
Sebenernya gw udah lama pengen banget nonton ni film, cuma karena ga sempet, ya udah keburu ilang dari bioskop deh, alhasil gw nunggu DVD orinya keluar. Nah, akhirnya minggu ini gw dapet tu DVD, tapi sayang banget packagingnya terkesan asal2an, ga ada bedanya ama dvd2 buat FTV. Bayangin aja, sinopsis yang ada di cover belakang aja bisa salah info, kan aneh bgt, gw rasa orang yg bikin sinopsisnya belom nonton ni film deh, ato cuma liat trailernya doank. Coba kalo semua kemasan DVD indo kaya "Pintu Terlarang"nya Joko Anwar, ato minimal kaya DVD keluaran Jive Collection deh, seneng deh gw ngoleksinya. Okelah, ga usah berpanjang2 dengan bentuk fisiknya, gw akan langsung bahas filmnya.
Pertama kali gw denger judul en liat poster filmnya, gw langsung menduga kalo serigala adalah nama geng mereka, tapi ternyata gw salah, bahkan kata serigala sama sekali tidak disebut dalam dialog yang ada di film ini, kecuali oleh suara narator. itupun, seingat gw, hanya satu kali disebut. Film ini bercerita mengenai 5 orang sahabat yang menjadi penguasa di daerah kampung halaman mereka. Pimpinan geng ini adalah Ale (Fathir Muchtar), dan 4 orang lainnya adalah Jarot (Vino Bastian), Lukman (Dion Wiyoko), Sadat (Ali Syakieb), dan Jago (Dallas Pratama). Orang luar tidak bisa sembarangan masuk ke daerah mereka, termasuk kelompok Naga Hitam, sebuah perusahaan rahasia yang bergerak di bisnis ilegal. Naga Hitam adalah musuh besar Ale dan kawan2, karena mereka selalu berusaha untuk menjual obat bius di daerah kekuasaan Ale.
Hingga suatu hari, dalam sebuah pertandingan sepakbola tarkam, Ale dkk berkelahi dengan tim lawan, dan tanpa sengaja Jarot membunuh salah satu lawannya demi menyelamatkan Ale. Jarot ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara. Di penjara, Jarot benar2 kecewa, karena Ale dkk seperti tidak mau peduli dengan nasibnya. Dan, ketika masa hukumannya selesai, akhirnya Jarot bergabung dengan Naga Hitam. Apa motivasinya? Gw yakin semuanya pasti udah langsung berpendapat bahwa ini adalah film dengan cerita yang biasa dan klise, tapi saran gw, jangan berpendapat dulu sebelum benar2 menyaksikan film ini. Ini bukan film murahan pastinya, ini film indonesia yang benar2 berbeda. Salut dengan mba Upi Avianto selaku sutradara. Ga kalah d ama Kathryn Bigelow, yang buat The Hurt Locker (tapi di level film indonesia ya). Kalo ga tau sutradaranya mba Upi, gw mungkin ga akan nyangka kalo yg buat film ini adalah seorang wanita. Apalagi dengan banyaknya kata2 Anj*ng dan B*ngs*t yang bertebaran hampir di setiap adegan, mungkin cuma film Rome Julietnya Andibachtiar Yusuf deh yg bisa nandingin :p
Kelebihan yang cukup menonjol saat gw menyaksikan film ini adalah artistiknya, baik kostum, make up, set lokasi, semuanya pas dan sangat mendukung adegan, ditambah lagi dengan tekhnik sinematografi yang cukup baik, maka gw bener2 bisa menikmati semua adegan di film ini tanpa sekalipun berkomentar,"Ga cocok banget si kostumnya", "Kayanya ni film bujetnya kurang deh", dsb.. salut buat Tim Artistiknya.
Selanjutnya gw akan menyoroti performa para pemainnya. Seperti kebanyakan film indonesia, sering sekali ada kelemahan dalam hal chemistry pemain. Dalam kasus ini, gw ngerasa chemistry antara 5 sahabat ini sangat2 kurang, gw ga ngerasa mereka udah berteman begitu lama, dan bahkan sudah menganggap masing2 sudah seperti saudara. Gw masi liat mereka seperti "pura-pura", bukan "akting". Gw ga akan bahas bedanya "akting" dan "pura-pura" disini, tapi gw harap kalian ngerti. Emang sih, ga gampang untuk ngebentuk sebuah hubungan, apalagi di kehidupan nyata kita ga deket. Butuh waktu reading yang lama, sedangkan biasanya di indo, menurut kenalan gw yang juga sutradara, pemain hanya punya waktu reading ga lebih dari 2 minggu, kecuali mungkin di film2 tertentu. Bisa karena produsernya yang maunya gitu, bisa juga karena kesibukan si artis sendiri, jadi ya susah untuk maksimal. Gw malah lebih suka ama chemistry antara Jarot dan Fatir (Reza Pahlevi) di film ini. Lebih keliatan ada koneksinya, walaupun Fatir adalah seorang yang bisu.
Vino Bastian tetap menjadi best performer di film ini, dia bermain total dan sangat masuk di karakternya, baik dari cara jalan, gestur, maupun emosi yang ditampilkannya. Dibawah Vino, ada Fathir, yang bisa memerankan Ale dengan cukup baik, walaupun agak sedikit kurang garang kalo menurut gw, dan juga, Reza Pahlevi, yang bisa memerankan sosok orang bisu dengan sukup lumayan, Reza bisa memperlihatkan Transformasi tokohnya dengan cukup baik, dari sosok yang lugu, menjadi sosok yang kejam. Dion, Dallas, dan Ali bermain biasa-biasa saja. Fanny Fabriana yang justru mencuri perhatian, dia bisa membuat peran Aisyah jadi lebih dari sekedar pelengkap cerita saja.
Intinya, Serigala Terakhir adalah film indonesia yang cukup layak kalian tonton, baik untuk menambah wawasan tentang film indonesia, atau cuma sekedar menjadi penikmat saja, walaupun, jujur, sepertinya durasinya agak kepanjangan dan bisa berpotensi untuk membuat orang bosen. Setelah menonton film ini, gw jadi ngerti apa yang dimaksud serigala dalam film ini. Kita adalah Serigala bagi diri kita sendiri, selalu ada dendam yang ingin dibalas, dan perangpun tidak akan pernah usai.
Kalau kekerasan menjadi pilihan kita dalam menyelesaikan masalah, kita juga harus siap kehilangan kasih sayang dalam hidup kita, yang pergi bersama orang-orang yang kita sayangi. Karena walaupun kita "menang", kita juga akan sekaligus "kalah", karena kita akan selalu "sendiri".

Let me borrow that DVD then! :)
ReplyDeleteNice post..